Gangguan Kesehatan Reproduksi Ancam Jiwa Perempuan
Hasil evaluasi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) dan telah diterbitkan dalam jurnal kesehatan The Lancet beberapa waktu lalu mengungkapkan data bahwa tingkat kematian perempuan akibat gangguan kesehatan reproduksi sangat besar dan cenderung meningkat.
Menurut WHO, setiap tahun lebih dari setengah juta perempuan di bawah 30 tahun, meninggal akibat komplikasi kehamilan dan pada saat melahirkan. Kondisi ini paling parah dialami oleh perempuan di negara berkembang. Perilaku seks yang tidak aman disinyalir sebagai faktor utama.
Selain itu, diketahui juga bahwa 80 juta perempuan setiap tahun mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, dan 45 juta di antaranya melakukan aborsi dengan cara yang tidak aman. Hasil survei yang dilakukan WHO menunjukkan setiap tindakan aborsi yang tidak aman ini mengakibatkan 68.000 kematian dan jutaan perempuan terluka serta menderita kecacatan reproduksi permanen.
“Gambaran statistik ini adalah kondisi tragedi manusia yang mengejutkan. Sangat jauh dari kemajuan yang diharapkan saat ide tentang kesehatan reproduksi dicetuskan di Kairo tahun 1994,” kata Asisten Direktur Jendral Kesehatan Keluarga dan Komunitas WHO, Joy Phumaphi.
Kondisi ini terjadi karena masalah kesehatan seksual dan reproduksi cenderung diabaikan. Komitmen pemerintah negara berkembang serta dunia internasional terhadap upaya penanganan masalah kesehatan seksual dan reproduksi melemah. Contohnya saja pendanaan untuk pelayanan kontrasepsi di negara berkembang saat ini menurun dibandingkan dana penelitian penyakit HIV/AIDS sehingga jumlah pasangan yang bisa melakukan kontrasepsi kini relatif rendah.