Pandemi yang berlangsung cukup lama membuat interaksi kita jadi terbatas. Beberapa dari kita mungkin ada yang merasa stress atau depresi. Beberapa bahkan ada yang merasa terganggu kesehatan mentalnya. Biar kesehatan jiwa kita gak terganggu berikut ini beberapa hal yang bisa kamu lakukan.
Isu kesehatan mental atau jiwa cukup marak dibahas selama masa pandemi ini. Maklum, pandemi membuat interaksi kita dengan orang lain jadi terbatas, belum lagi himpitan ekonomi yang terjadi. Bertepatan dengan Hari Kesehatan Jiwa pada 10 Oktober, ada baiknya kita membahas lebih lanjut tentang apa itu kesehatan jiwa, apa saja gejala-gejalanya, hingga bagaimana cara mengatasinya.
Apa itu kesehatan jiwa
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Kesehatan jiwa biasanya dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan yang meninggalkan dampak yang besar pada kepribadian dan perilaku seseorang. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan anak, atau stres berat jangka panjang.
Jika kesehatan jiwa terganggu, maka timbul yang disebut dengan gangguan jiwa. Gangguan jiwa ini bisa mengubah cara seseorang dalam menangani stres, berhubungan dengan orang lain, membuat pilihan, dan memicu hasrat untuk menyakiti diri sendiri.
Beberapa jenis gangguan jiwa yang umum ditemukan, antara lain depresi, gangguan bipolar, kecemasan, gangguan stres pasca trauma (PTSD), hingga gangguan obsesif kompulsif (OCD).
OCD adalah sejenis gangguan mental. Biasanya orang dengan OCD memiliki pikiran dan dorongan yang gak bisa dikendalikan dan berulang (obsesi), serta perilaku (paksaan) kompulsif. Contoh perilaku kompulsif adalah mencuci tangan 7 kali setelah menyentuh sesuatu yang mungkin kotor. Pikiran dan tindakan tersebut berada di luar kendali pengidap.
Gejala gangguan jiwa
Ada beberapa hal yang biasanya mengawali timbulnya gejala gangguan jiwa. Beberapa di antaranya, mulai dari sering berteriak atau berkelahi dengan keluarga dan teman-teman, halusinasi, kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi, ketakutan, ketidakmampuan untuk mengatasi stress, marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan, memiliki pengalaman buruk yang gak bisa dilupakan, memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Gejala lain yang bisa terjadi yaitu menarik diri dari orang-orang dan kegiatan sehari-hari, mendengar suara atau mempercayai sesuatu yang gak benar, mengalami nyeri yang gak bisa dijelaskan, mengalami perubahan suasana hati drastis yang menyebabkan masalah dalam hubungan dengan orang lain.
Hal-hal yang bisa jadi gejala gangguan jiwa yaitu merasa takut yang gak biasa, merasa tanpa harapan, menggunakan narkoba, perubahan drastis dalam kebiasaan makan, perubahan gairah seks, rasa lelah yang signifikan, gak bisa melakukan aktivitas sehari-hari, gak mampu memahami situasi dan orang-orang.
Kesehatan jiwa usia remaja
Uniknya, gangguan kesehatan jiwa ini sering terjadi pada usia remaja. Data Riskesdas (riset kesehatan dasar) pada 2018 menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6,1 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau setara dengan 11 juta orang.
Pada usia remaja (15-24 tahun) memiliki persentase depresi sebesar 6,2 persen. Depresi berat akan mengalami kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri (self harm) hingga bunuh diri. Sebesar 80 – 90 persen kasus bunuh diri merupakan akibat dari depresi dan kecemasan. Kasus bunuh diri di Indonesia bisa mencapai 10.000 atau setara dengan setiap satu jam terdapat kasus bunuh diri. Depresi pada remaja bisa diakibatkan oleh beberapa hal seperti tekanan dalam bidang akademik, perundungan, faktor keluarga, dan permasalahan ekonomi.
Halaman Selanjutnya
1 2 3