Bolehkah Aborsi karena Alasan Medis?
Tahukah kamu setiap tahun ada sekitar 56 juta kasus aborsi di seluruh dunia? Nah, kamu mungkin bertanya-tanya bagaimana dengan kasus di Indonesia? Lalu, apakah aborsi itu diperbolehkan di Indonesia? Biar kamu gak penasaran, yuk disimak artikel berikut ini.
Di Indonesia, berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tingkat aborsi mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup. Aborsi sendiri adalah tindakan menggugurkan kandungan untuk mengakhiri kehamilan. Ada berbagai penyebab seseorang melakukan tindakan aborsi, antara lain hamil di luar nikah, ketidakmampuan ekonomi, kurangnya dukungan keluarga, masalah dengan pasangan, hingga korban kekerasan seksual, dan masalah kesehatan yang gak memungkinkan mereka untuk mempertahankan kandungan.
Metode aborsi
Pada umumnya, ada dua metode yang digunakan dalam tindakan aborsi, yaitu dengan menggunakan obat-obatan dan tindakan medis. Metode aborsi dengan menggunakan obat dilakukan melalui pemberian obat minum atau suntik yang dapat menghalangi hormon progesteron, sehingga lapisan rahim menipis. Hal ini menyebabkan janin gak bisa melekat dan tumbuh di dinding rahim. Efek obat yang digunakan untuk aborsi juga akan menyebabkan rahim berkontraksi, sehingga embrio atau jaringan janin akan dikeluarkan melalui vagina.
Sementara itu, metode aborsi dengan tindakan medis yang paling umum digunakan adalah aspirasi vakum. Tindakan ini biasanya dilakukan ketika kehamilan baru memasuki trimester pertama.
Ada dua alat yang umumnya digunakan untuk mengeluarkan embrio dari rahim melalui tindakan ini, yaitu manual vacuum aspiration (MVA) dan electric vacuum aspiration (EVA). MVA dilakukan menggunakan tabung pengisap secara manual, sedangkan EVA menggunakan pompa listrik.
Bagaimana dengan aborsi di usia kehamilan lebih dari 4 bulan? Nah, tindakan medis yang digunakan adalah dilation and evacuation (D&E). Metode ini menggunakan peralatan operasi untuk membuka leher rahim dan menyedot janin agar bisa dikeluarkan dari rahim.
Hukum aborsi
Aborsi kerap dianggap tabu oleh masyarakat karena erat kaitannya dengan perzinahan, yang juga sama terlarangnya. Padahal, alasan perempuan menginginkan aborsi tak hanya melulu soal menggugurkan kehamilan di luar nikah.
Hukum aborsi di Indonesia diatur dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Aborsi di Indonesia sebenarnya gak diizinkan, kecuali untuk situasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, serta bagi korban perkosaan.
Menggugurkan kandungan dengan alasan keselamatan medis cuma bisa dilakukan setelah mendapat persetujuan dari ibu hamil dan pasangannya (kecuali bagi korban perkosaan) dan penyedia layanan kesehatan bersertifikat, serta melalui konseling dan/atau konsultasi pra-tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Dengan demikian, segala jenis praktik aborsi yang gak termasuk dalam ketentuan undang-undang di atas merupakan aborsi ilegal. Nah, sanksi pidana bagi aborsi ilegal diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang menetapkan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Pasal ini bisa menjerat oknum dokter dan/atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja melakukan aborsi ilegal, maupun pihak perempuannya sebagai klien.
Fakta seputar aborsi
Yang perlu diketahui, aborsi bisa menyebabkan komplikasi kesehatan. Hal ini bisa terjadi saat atau setelah melakukan aborsi. Apalagi jika tindakan aborsi gak dilakukan dengan prosedur yang benar atau tanpa pengawasan dokter. Komplikasi yang terjadi biasanya berupa perdarahan, masalah pada rahim karena bagian tubuh bayi yang diaborsi gak diangkat atau dibersihkan dengan baik, bahkan hingga berimbas kepada kematian ibu.
Selain itu, aborsi bisa sangat berbahaya jika dilakukan di tempat praktik ilegal, ditangani oleh orang yang gak punya kemampuan medis yang cukup di bidangnya, serta gak didukung peralatan yang sesuai standar medis. Kondisi ini bisa lebih berbahaya dibandingkan melahirkan. Sebab, angka kematian akibat aborsi lebih tinggi, dibandingkan angka kematian pada wanita yang melahirkan.
Fakta lainnya yaitu, pada beberapa kasus, aborsi bisa meninggalkan efek traumatik mendalam, bahkan depresi. Hal ini karena adanya rasa bersalah sudah menghilangkan nyawa janin dalam kandungan.
Di beberapa negara, dokter diperbolehkan melakukan tindakan aborsi pada saat usia kandungan masih sangat muda, yaitu pada trimester pertama dan ada yang memperbolehkannya sampai trimester kedua. Menurut American College of Obstetrics and Gynecologists, pada kebanyakan kasus, janin gak merasakan sakit saat proses aborsi berlangsung. Terutama jika dilakukan sebelum di usia kandungan masih sangat muda. Hal ini karena bagian otak untuk merasakan sakit belum terbentuk. Namun, melakukan aborsi pada usia kandungan lebih dari 24 minggu dilarang karena berkaitan dengan kehidupan janin dan ibu.
Perlu diketahui, aborsi gak memengaruhi kesuburan seorang wanita. Artinya, jika pernah melakukan aborsi, seorang wanita masih bisa memiliki kemungkinan hamil di kemudian hari. Hal ini dengan syarat aborsi dilakukan dengan prosedur yang tepat, dengan pengawasan dokter, dan gak ada kerusakan pada organ reproduksi.
Aborsi di Indonesia memang masih menjadi hal tabu. Namun, jika dilakukan dengan alasan keselamatan medis sebenarnya masih diperbolehkan dengan catatan dilakukan di layanan kesehatan yang bersertifikat resmi. Hal penting lainnya yaitu pentingnya edukasi ke masyarakat bahwa perempuan yang melakukan aborsi dengan alasan medis sebaiknya perlu mendapatkan dukungan agar mereka bisa melalui masa pemulihannya dengan nyaman.